Pasaman, jurnalisme.info-
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) melarang Anggota DPRD, DPD dan DPR-RI untuk ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), bersifat Inkrah dan harus dipatuhi bersama, termasuk oleh Komisi Pemulihan Umum (KPU), berlaku sejak putusan dibacakan, kata Andreas Ronaldo SH.MH Advokat senior Kamis (27/3/2025) di Lubuk Sikaping
Putusan Nomor 176/PUU-XXII/2024 dibacakan Jumat (21/3) yang lalu, isinya tentang larangan ikut pilkada bagi Anggota Legislatif, kalau tidak dipatuhi oleh KPU tentu akan berpeluang bagi peserta Pilkada yang kalah nantinya untuk menggugat kembali ke Mahkamah Konstitusi (MK)
Hal yang sama disampaikan Ahmad Zein, tokoh masyarakat Kabupaten Pasaman, ia sangat setuju dengan putusan MK yang melarang Anggota DPRD, DPD dan DPR-RI, untuk ikut dalam Pilkada
Masyarakat sudah memberi mandat kepada seseorang untuk menjadi Anggota DPRD, DPD dan DPR-RI, namun mandat itu dengan mudah ditinggalkanya, tentu masyarakat yang dikecewakan atau merasa terbohongi
Anggota Legislatif mempunyai fungsi Pengawasan , Budgeting dan membuat undang-undang kalau fungsi ini dijalankan dengan baik, pemerintahan dipastikan akan berjalan dengan baik pula dan yang diuntungkan tentu masyarakat, termasuk masyarakat Kabupaten Pasaman.
Selanjutnya anggaran untuk Pilkada di Kabupaten Pasaman periode yang lalu berkisar Rp40 Miliar, diduga karena kurang telitinya KPU Pasaman dalam persaratan sehingga terjadi PSU dengan pembiayaan dibebankan kepada Pemda Pasaman
"Untuk biaya PSU juga sangat besar, sekitar Rp20 Miliar, ini uang masyarakat Pasaman, bisa untuk bayar THR dan juga lainya
Dengan itu kepada KPU Pasaman diharapkan untuk lebih teliti, kalau seseorang tidak boleh ikut Pilkada jangan dipaksakan, karena setiap biaya PSU dibebankan kepada daerah atau masyarakat, kata tokoh Pasaman
(Warman By Runcing)