Bangka Barat, jurnalisme.info-
Warga Desa Tempilang, Kabupaten Bangka Barat, kembali menggelar tradisi Sedekah Ruah sebagai bentuk rasa syukur atas hasil panen dan rezeki yang diperoleh sepanjang tahun. Acara yang telah menjadi bagian dari warisan budaya masyarakat ini berlangsung meriah dan diikuti oleh seluruh warga desa.
Sedekah Ruah yang digelar setiap tahun ini memiliki nilai religius dan sosial yang tinggi. Dalam rangkaian kegiatan, masyarakat mengadakan doa bersama, penyajian makanan tradisional, serta kegiatan sosial lainnya. Salah satu yang paling menarik perhatian adalah Perang Ketupat, yaitu ritual simbolis yang menandakan kebersamaan dan perdamaian antarwarga.
Kepala Desa Tempilang, dalam sambutannya, menyampaikan bahwa tradisi ini harus terus dijaga agar tidak punah oleh perkembangan zaman.
"Sedekah Ruah bukan hanya sekadar perayaan, tetapi juga momen untuk mempererat tali silaturahmi antarwarga serta mengenang jasa para leluhur yang telah membangun desa ini," ujarnya.
Selain Perang Ketupat, warga juga berpartisipasi dalam pembuatan dodol secara massal, yang dikenal dengan sebutan Dodol Bergema. Tradisi ini melibatkan hampir seluruh kepala keluarga di desa tersebut dan menjadi simbol kebersamaan yang kuat.
Acara ini juga dimeriahkan dengan berbagai hiburan rakyat, seperti pertunjukan seni budaya dan perlombaan olahraga tradisional. Kehadiran para wisatawan lokal maupun dari luar daerah turut menambah semarak perayaan.
Pemerintah daerah berharap bahwa tradisi ini dapat terus dilestarikan dan bahkan dikembangkan sebagai salah satu daya tarik wisata budaya di Bangka Belitung. Dengan semakin dikenalnya Sedekah Ruah dan Perang Ketupat, diharapkan generasi muda tetap menghargai dan menjaga warisan budaya yang telah berlangsung turun-temurun.
(Rusmantoro)