(Muba) jurnalisme info -Sumur minyak rakyat di Musi Banyuasin (Muba), Sumatera Selatan, telah menjadi perdebatan panjang antara kepentingan hukum, ekonomi, dan sosial. Pemerintah melalui aparat penegak hukum telah melakukan berbagai upaya penertiban dengan alasan legalitas dan keamanan. Namun, dalam pelaksanaannya, muncul pertanyaan mendasar: sejauh mana supremasi hukum diterapkan secara adil dan tidak merugikan masyarakat kecil?
Penertiban sumur minyak rakyat berlandaskan beberapa regulasi, di antaranya:
1. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
Pasal 5 ayat (1) menyebutkan bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi dikuasai oleh negara dan penyelenggaraannya dilakukan oleh badan usaha yang memiliki izin resmi.
Pasal 11 mengatur bahwa setiap kegiatan eksplorasi dan eksploitasi wajib memiliki izin usaha dari pemerintah.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
Pasal 2 menyebutkan bahwa setiap kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha atau bentuk usaha tetap berdasarkan kontrak kerja sama.
3. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 1 Tahun 2008
Mengatur bahwa semua kegiatan eksplorasi minyak harus memenuhi standar keselamatan dan perizinan yang jelas untuk menghindari dampak lingkungan dan sosial.
4. Peraturan Daerah Kabupaten Musi Banyuasin Nomor 1 Tahun 2021
Mengatur tata kelola pertambangan rakyat agar tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku.
Supremasi Hukum vs. Kepentingan Rakyat
Dalam konteks supremasi hukum, tindakan penertiban sumur ilegal di Muba merupakan langkah untuk menegakkan aturan dan memastikan eksploitasi sumber daya alam dilakukan secara sah dan berkelanjutan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa ribuan warga menggantungkan hidup dari sumur-sumur ini.
Dari sisi pemerintah, aktivitas sumur rakyat sering dianggap ilegal karena tidak memiliki izin resmi dan berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan serta kecelakaan kerja. Namun, dari perspektif masyarakat, sumur rakyat adalah mata pencaharian yang sudah berlangsung turun-temurun, terutama karena sulitnya akses terhadap pekerjaan formal di daerah tersebut.
Pendekatan Solutif: Legalisasi dan Pembinaan
Menindak sumur rakyat tanpa solusi yang berpihak kepada masyarakat dapat menimbulkan konflik sosial. Oleh karena itu, ada beberapa opsi solusi yang bisa diterapkan:
1. Legalitas Terbatas dengan Pembinaan
Pemerintah dapat memberikan izin operasional terbatas kepada kelompok masyarakat yang memenuhi standar keselamatan dan lingkungan. Dengan demikian, sumur rakyat bisa tetap beroperasi dalam batas hukum.
2. Koperasi Minyak Rakyat
Membentuk koperasi atau badan usaha bersama yang bekerja sama dengan BUMN seperti Pertamina. Dengan skema ini, pemerintah bisa mengontrol aktivitas sumur rakyat sekaligus memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.
3. Program Alih Profesi
Jika pemerintah tetap ingin menutup sumur ilegal, maka harus ada program alternatif yang menjamin mata pencaharian baru bagi warga terdampak, seperti pelatihan kerja atau bantuan usaha kecil.
Supremasi hukum dalam penertiban sumur rakyat di Muba memang harus ditegakkan, tetapi harus dilakukan dengan pendekatan yang adil dan solutif. Tanpa solusi yang berpihak kepada masyarakat, kebijakan penertiban hanya akan memperparah konflik sosial dan meningkatkan angka pengangguran. Oleh karena itu, pemerintah perlu mencari jalan tengah dengan mengedepankan legalisasi terbatas dan pembinaan yang berbasis keadilan sosial.
(andika/TIM)