Bangka Tengah, jurnalisme.info –
Aktivitas tambang timah jenis tambang rakyat (TN) di Desa Kampung Jeruk, Bangka Tengah, terus menuai kontroversi. Selain dugaan kejanggalan perizinan, tambang ini diketahui menggunakan alat berat jenis Hitachi berwarna oranye, yang diduga tidak sesuai dengan peraturan tambang rakyat.
Penggunaan alat berat dalam aktivitas tambang rakyat merupakan pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), setiap kegiatan penambangan yang dilakukan tanpa izin resmi dapat dikenakan sanksi pidana. Selain itu, penggunaan alat berat dalam wilayah tambang rakyat yang tidak sesuai dengan izin juga melanggar Pasal 35 UU Minerba, yang mengatur hak dan kewajiban pemegang izin tambang.
Tambang ini diduga dikelola oleh seorang pengusaha bernama Acen, yang memanfaatkan SPK dari Bangka Selatan untuk beroperasi di wilayah Bangka Tengah. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa izin yang dimiliki tambang tersebut tidak valid dan tidak sesuai dengan lokasi operasional.
Seorang warga setempat menyampaikan, "Kami sering melihat alat berat Hitachi berwarna oranye beroperasi di lokasi tambang. Padahal, tambang rakyat seharusnya menggunakan metode manual, bukan alat berat."
Sementara itu, Wastam, perwakilan dari PT Rimah yang diduga terlibat dalam operasi tambang tersebut, belum memberikan tanggapan resmi terkait temuan ini. Ketika dikonfirmasi, ia memilih bungkam, yang semakin memperkuat dugaan adanya pelanggaran hukum.
Masyarakat Desa Kampung Jeruk mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum untuk segera mengambil langkah tegas. Mereka berharap penyelidikan terhadap tambang ini segera dilakukan guna memastikan legalitas operasionalnya serta mencegah kerusakan lingkungan yang lebih parah akibat penggunaan alat berat.
Kasus ini menjadi pengingat penting bahwa aktivitas tambang harus mematuhi peraturan perundang-undangan demi menjaga keberlanjutan lingkungan dan keadilan bagi masyarakat sekitar.
(Rusrianto)