Pedagang Pasar Tradisional Terancam Punah dengan Penjual Online

Semarang, jurnalisme.info -

Nasib pedagang pasar tradisional jadi tidak menentu menentukan nasibnya, dagangan mereka hanya laku beberapa dalam sebulan. Hal ini menjadikan mereka bingung harus bagaimana diberi masukan dinas pasar suruh ikut online, padahal pemerintah tidak mendapat apa-apa dari online tersebut. Sedangkan pasar adalah milik pemerintah harusnya terbalik, untuk mereka berikan tempat dasaran untuk ikut berjualan dipasar.


Abu pedagang pasar johar mengatakan bahwa seminggu hanya bisa laku 60.000 sampai 120.000. Padahal dulu sebelum online dan sebelum pasar johar terbakar, pendapatan saya harian 1.000.000 keatas, sekarang jika pendapatan hanya seperti itu kami harus bagaimana, suruh daftar online sudah, posting dagangan sudah, tetap saja kalah dengan yang lain. Sebagai contoh saja saya ambil barang di A, terus saya posting untuk online, terus si A ternyata juga ikut online dengan buka harga seperti saya ambil barang ke beliau, selisih 3rb mau laku darimana jika penerapanya seperti itu.


Andik pedagang johar bawah konveksi juga mengatakan hal yang sama, saat sekarang berat untuk dikatakan bisa ramai pemerintah tidak seharusnya berat ke online dengan alasan sistem digitalisasi. Ini pasar mau dikemanakan. Inikan punya pemerintah sedangkan online punya swasta, kenapa digaungkan untuk ikutan menerapkan sistem online. Seharusnya pemerintah bisa mengembalikan marwah pasar tradisional justru sebaliknya, giring mereka untuk berjualan nyata dan memberi mereka opsi tempat berjualan.


Pembatasan pasar modern di Yogjakarta dan Solo bisa, kenapa Semarang tidak bisa menerapkan pungkas salah satu pedagang pasar peterongan. Kami berharap pemerintah bisa membatasi pedagang online, jika tidak ingin pasar tradisional punah.


"Semoga ada jalan menuju kebaikan untuk mengoptimalkan meramaikan pasar dan membatasi penjualan online yang menjadi masalah" ujarnya.


(M. Nauvel Maududy/Bathra)

Baca Juga
Lebih baru Lebih lama

Tag Terpopuler

نموذج الاتصال