Notification

×

Iklan

 


Iklan

 


Tag Terpopuler

VIAN-POLCE Lonjak Dukungan Survey

Jumat, 13 September 2024 | September 13, 2024 WIB | 0 Views Last Updated 2024-09-13T15:22:25Z


BUTUH BANTUAN HUKUM?

Lembata, Jurnalisme.info - 
Menafsir Tendensi Pemlih Lembata

Ke mana arah pemilih? Inilah pertanyaan yang terasa kian sulit. Ada 6 paslon dan tidak mudah menjagokan satu paslon dan mengklaim sebagai pemenang. Yang terjadi, masing-masing pendukung lebih memilih untuk mengolok, melansirkan kata-kata kotor dan sebagainya. 

Tetapi pertanyaan ini tetap penting. Hal ini mendorong penulis untuk membuat pooling. Pooling ini masih sangat jauh dari validitas lebih lagi karena samplingnya yang karena dilaksanakan secara online tidak bisa secara jelas menyibak orang yang menulis pooling tersebut. 

Tetapi ini bukan persoalan yang penting. Pooling yang dilakukan hanya merupakan salah satu cara yang efektif untuk mengumpulkan pendapat atau suara dari banyak orang. Karena itu pooling terhadap potensi pemilih pada pilkada Lembata yang diluncurkan pada 13 September 2024 pada FB Bicara Lembata New hanya bertujuan mengetahui tendensi pemilih. 

Terkonfirmasi 

Pooling kedua yang dilaksanakan pada 13 September 2024 masih membutuhkan waktu untuk bisa diambil kesimpulan. Tetapi setelah seahari dipublikasikan terdapat tendensi yang bisa diprediksi tidak akan mengubah terlalu jauh hasilnya setelah 5 hari. Pada pooling kali ini dengan hampir 200 suara (176), terdapat hasil sebagai berikut: Tertas dengan hasil 42% adalah Thomas Ola Langoday – Gaudensius Huar Noning. Pooling diikuti oleh Kanisius Tuaq-Muhamad Nasir (26%), dan diikuti oleh Yohanes Vianey Burin – Paulus Doni Ruing (13%). Tiga paslon lainnya (Simeon Odel – Marsianus Zada Ua, Yeremis Ronaldy Sunur – Lukas LIpamatan  dan Marsianus Jawa – Pakalis Laba Witak) memperoleh hanya sekitar 5 – 6 % saja. Selain itu pemilih yang belum menentukan pilihan sekitar  5%. 

Bagaimana kita melihat hasil pooling ke-2 ini dengan pooling pertama yang dialksanakan pada tanggal 30 Agustus yang lalu? 

Pertama, posisi TOL – GAS dan TUNAS cukup stabil. Itu menunjukkan bahwa pemilih memiliki rekaman yang baik khusus calon bupati yang sudah dikenal oleh masyarakat Lembata. TOL yang menjadi wakil bupati dan kemudian sempat mencicipi 9 bulan jadi bupati serta Kanis Tuaq sebagai Kadis Pertanian merupakan kandidat yang cukup dikenal. Hal ini sekaligus bisa mengonfirmasi bahwa pemilih Lembata tidak ‘asal pilih’. Mereka melihat rekam jejak. 

Meski demikian dari dua paslon ini, Kanis Tuaq – Nasir hampir memiliki prosentasi  yang hampir sama yakni 24 – 26 % dan tetap menempati posisi dua. Hal itu berbeda dengan TOL – GAS yang pada pooling pertama mendapat 31 – 32 % tetapi dalam pooling kedua ini mencapai 40 – 43%. Hal ini bisa menunjukkan tendensi pemilih yang kian menambatkan hati pada TOL – GAS. Persoalannya, sampai kini belum terlihat program yang sangat menarik yang bisa ditampilkan sebagai ciri khasnya. Hal itu berbeda dengan TUNAS yang secara jelas menamakan diri dengan pengembangan pertanian. Itu artinya kalau TOL-GAS tidak cepat merumuskan program yang nyata, bisa saja akan disalip oleh TUNAS. 

Kedua, terbaca adanya penurunan yang sangat drastis dari tiga paslon yakni: Jimmy Sunur – Lukas, Simeon Odel – Marsianus dan Marsianus – Paskalis Laba. Untuk Jimmy-Lukas diasumsikan (hal mana didengung-dengungkan oleh timses) bakal menguasai segera peta politik di Lembata. Jimmy diprediksi bakal meraup simpati yang besar karena efek yang ditinggalkan oleh Yentji Sunur. Tetapi kenyataannya tidak terlihat. Pada sisi lain bisa terlihat bahwa pemilih Nubatukan tidak memberikan apresiasi yang berarti pada Jimmy. Demikian juga pemilih Ile Ape pun kelihatan ‘suam-suam kuku’ terhadap Paskalis. 

Penurunan Jimmy-Lukas dari 15% menjadi hanya 5% bisa juga menggambarkan bahwa belum ada program unggulan yang berhasil menarik perhatian. Yang terjadi justru berdita yang mendiskreditkan seperti ibu hamil yang harus melahirkan di Larantuka. Hal ini merupakan tamparan besar terhadap Jimmy yang merupakan dokter kandungan. Selain itu kapasitas timses yang lebih bertahan dan menyerang balik juga tidak bersifat positif terhadap Jimmy – Lukas. 

Nama besar Marsianus Jawa (dan Paskalis Laba) juga tidak terlihat. Sepertinya terbenarlkan bahwa antusiasme rakyat Lembata terhadap Marsianus Jawa saat menjadi Penjabat Bupati dengan begitu cepat terlupakan. Hal ini sempat mengecoh Partai Demokrat hingga melabuhkan pilihan kepada Marsianus. Tetapi dari survei yang ada terlihat bahwa apa yang dipikirkan tidak sejalan dengan apa yang terjadi. 

Keadaan yang sama bisa terlihat dari kombinasi Odel – Zada. Dari segi suprastruktur dan infrastruktur partai, kombinasi PKB- PDIP sebenarnya ‘mantap punya’. Tetapi nama keduanya tidak bisa mendongkrak animo pemilih. Meski Paslon ini dalam minggu-minggu terakhir terllihat sangat efektif memasang baliho dan flyer tetapi hasilnya belum terlihat. 

Vian – Polce Curi perhatian 

Dibanding survei pertama, survei kedua ini terdapat perubahan dalam pasangan 7 Maret (Vian – Polce). Kali ini mereka mengalami kemajuan hampir 100%. Pada pooling pertama hanya  6 – 8 % tetapi pada pooling kedua menjadi 12 – 14%.  Ini menunjukkan bahwa kekecewaan pada pandangan pertama terhadap paslon berhasil dijelaskan oleh paslon ke publik. Yang dimaksud, pemiliih mempertanyakan mengapa Vian yang selama ini seperti Teh Botol Sosro mengatakan apapun makanannya, yang penting  Vian jadi wakil bupati (minuman), sukses dijelaskan. Lebih lagi kehadiran Polce sebagai sekretaris tim pembentukan kabupaten Lembata bisa membuat masyarakat lihiat bahwa tercapainya sebuah kabupaten tidak terlepas dari para pionernya dalamnya Vian dan Polce ikut ambil bagian. 

Keberuntungan lain bisa saja karena masyarakat mulai melihat bahwa diplomasi ke pusat tidak bisa dilepaskan dari partai pemerintah yakni Gerindra. Hal ini bisa memberikan harapan positif bahwa Vian sebagai Ketua Gerindra Lembata bisa berkontribusi dalam hal ini. Ini asumsi yang wajar-wajar saja mengingat PAD masyarkat Lembata masih sangat rendah dan masih butuh ‘suntikan’ dari pusat. 

Tetapi berhadap banyak pada pemerintah pusat sebagai sandaran juga bisa menjadi ‘black campaign’. Hal itu mesti mendorong Vian – Polce untuk mencari terobosan dalam program yang berbeda yang lahir dari kompetensi diri sebagai bupati dan wakil bupati dan bukan menggantungkan pada Prabowo – Gibran. 

Intinya, analisis dan pooling ini jauh dari sempurna. Bagi yang mendapatkan pooling tinggi jangan terlalu ‘pede’ karena validitas pooling ini diragukan. Sebaiknya fokus pada program. Sementara yang pooling rendah bisa memanfaatkan hasil ini untuk berbenah. Kalau Vian – Polce bisa melakuakn terobosan maka yang lain bisa ‘mencuri perhatian’. Jauhi usaha ‘black campign’ atau mencurigai pooling ini sebagai pesanan. Kalau pun ada kecurigaan itu, dengan  membaca artikel ini secara teliti dan cermat, bisa memberikan jawaban. 

Robert Bala. Diploma Resolusi Konflik dan Penjagaan Perdamaian, Univesidad Complutense de Madrid – Spanyol.
×
Berita Terbaru Update