Jakarta,Jurnalisme.Online-
Polisi menetapkan tersangka baru terkait kasus taruna Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Putu Satria Ananta Rustika (19), yang tewas setelah diduga dianiaya oleh seniornya. Sebanyak tiga orang ditetapkan sebagai tersangka baru.
"Hasil penyidikan dan gelar perkara kemudian kami menyimpulkan ada tiga pelaku lainnya yang terlibat dalam peristiwa kekerasan eksesif tersebut," ujar Kapolres Jakut Kombes Gidion Arif, kepada wartawan, Jumat (8/5/2024) malam."Tiga tersangka tambahan tersebut adalah AKAK alias K, lalu WJP alias W, dan FA alias A," sambungnya.
Ia juga mengatakan saat ini pihaknya telah memeriksa 43 saksi. Saksi ini disebut merupakan taruna, pengasuh STIP, dokter klinik STIP hingga ahli pidana.
"Jadi total saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan ada 43, taruna tingkat I dan tingkat II serta tingkat 4 sebanyak 36 orang, pengasuh STIP, kemudian dokter klinik STIP, dokter rumah sakit tarumajaya, ahli pidana dan ahli bahasa," tuturnya.
Pihak kepolisian juga diketahui telah melakukan gelar perkara. Sejumlah barang bukti berupa pakaian korban dan tersangka hingga CCTV pun telah diperiksa.
"Kemudian barang buktinya berupa visum et repertum, kemudian pakaian korban, pakain tersangka, dan CCTV yang kemudian sudah dilakukan analisa digital," ujarnya
Motif Senioritas
Diketahui sebelumnya, Gidion menjelaskan motif TRS menganiaya juniornya itu. Gidion mengatakan adanya rasa senioritas dari tersangka.
"Motifnya tadi kehidupan senioritas. Kalau bisa disimpulkan mungkin ada arogansi senioritas. Karena merasa 'mana yang paling kuat', kan ada kalimat-kalimat itu, itu juga nanti mungkin ini menjadi titik tolak untuk melakukan penyelidikan yang lebih," kata Gidion.
Mulanya, Gidion menjelaskan bahwa dalam persepsi tersangka, korban dan teman-temannya melakukan suatu kesalahan. Tersangka TRS mengaku bahwa korban memakai baju olahraga ke dalam kelas.
"Ini persepsi 'penindakan', ini persepsi senior-junior. Ada yang menurut senior, ini kebetulan taruna tingkat 1 semua yang lima orang (junior) ini melakukan sesuatu yang menurut senior ini salah. Apa yang dilakukan (junior) ini, masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka, menurut senior ini salah," ujarnya.
Tapi kemudian dalam proses penindakannya, ini yang tidak boleh. Salah dalam kehidupan senior-junior, komunitas itu wajar, tetapi kemudian penindakannya dengan menggunakan kekerasan yang eksesif, kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya nyawa orang, jelas tidak boleh," sambungnya.
Sumber:Detik.Com
Diketahui sebelumnya, Gidion menjelaskan motif TRS menganiaya juniornya itu. Gidion mengatakan adanya rasa senioritas dari tersangka.
"Motifnya tadi kehidupan senioritas. Kalau bisa disimpulkan mungkin ada arogansi senioritas. Karena merasa 'mana yang paling kuat', kan ada kalimat-kalimat itu, itu juga nanti mungkin ini menjadi titik tolak untuk melakukan penyelidikan yang lebih," kata Gidion.
Mulanya, Gidion menjelaskan bahwa dalam persepsi tersangka, korban dan teman-temannya melakukan suatu kesalahan. Tersangka TRS mengaku bahwa korban memakai baju olahraga ke dalam kelas.
"Ini persepsi 'penindakan', ini persepsi senior-junior. Ada yang menurut senior, ini kebetulan taruna tingkat 1 semua yang lima orang (junior) ini melakukan sesuatu yang menurut senior ini salah. Apa yang dilakukan (junior) ini, masuk kelas mengenakan baju olahraga. Di kehidupan mereka, menurut senior ini salah," ujarnya.
Tapi kemudian dalam proses penindakannya, ini yang tidak boleh. Salah dalam kehidupan senior-junior, komunitas itu wajar, tetapi kemudian penindakannya dengan menggunakan kekerasan yang eksesif, kekerasan yang mengakibatkan meninggalnya nyawa orang, jelas tidak boleh," sambungnya.
Sumber:Detik.Com