Jakarta,Jurnalisme.Online -
KEMISKINAN ada di mana-mana tak terkecuali di sekitar Istana, Ibu kota Negara. Hanya saja, kemiskinan di Jakarta sudah mendekati keraknya (Hardcore Poverty), sementara Ibu Kota Nusantara (IKN) dapat ditanggulangi jauh-jauh hari sebelum resmi beroperasi.
Perpindahan ibu kota negara bakal menyisakan kemiskinan yang sulit ditangani sekaligus berpotensi mencetak kemiskinan baru akibat urbanisasi. Pergantian presiden perlu jembatan kebijakan bagaimana masalah kemiskinan langsung ditangani
Kondisi sekitar Istana Komitmen pemerintah terhadap upaya pengentasan kemiskinan, seharusnya tergambar pada wilayah yang paling dekat dengan penyusun kebijakan. Jika daerah terjangkau tangan saja mengalami banyak batu sandungan, apa jadinya wilayah lain yang jauh dari pengamatan.
Kenaikannya mencapai 0,35 persen poin dari 4,09 persen pada 2014 menjadi 4,44 persen pada 2023, dengan jumlah penduduk miskin di Jakarta sebesar 477.8000 jiwa. Kota Jakarta Pusat tempat berdirinya Istana Negara, justru mengalami peningkatan kemiskinan.
Peningkatan angka kemiskinan Jakarta Pusat sebesar 0,56 persen poin dari 4,12 persen 2014 menjadi 4,68 persen pada 2023 atau sebesar 42.800 jiwa. Sementara, secara umum kota administrasi di DKI Jakarta, hanya Jakarta Selatan yang mengalami penurunan. Jakarta Selatan dengan penurunan 0,62 persen poin dari 3,72 pada 2014 persen menjadi 3,10 persen pada 2023.
Sementara itu, kenaikan tertinggi terjadi di Kabupaten Kepulauan Seribu, naik 1,57 persen poin dari 11,56 persen pada 2014 menjadi 13,13 persen pada 2023. Jakarta Timur naik 0,77 persen poin, Jakarta Barat naik 0,37 persen poin, dan Jakarta Utara naik 0,78 persen poin. Tak lupa, tingkat kemiskinan di sekitar Istana Bogor, meski mengalami penurunan, ternyata masih cukup tinggi.
Tingkat kemiskinan Kota Bogor turun sebesar 1,07 persen poin dari 7,74 persen pada 2014 menjadi 6,67 persen pada 2023. Sekitar Istana Bogor ini masih ada 74.900 jiwa atau hampir dua kali lipat dari Jakarta Pusat.
Selanjutnya di Kabupaten Penajam Paser Utara Kalimantan Timur, lokasi didirikannya IKN, meskipun tingkat kemiskinan lebih tinggi, namun justru telah menunjukkan penurunan. Pada Maret 2023, kemiskinan di Kalimantan Timur lebih tinggi 1,67 persen poin jika dibandingkan dengan Jakarta.
Sementara, Penajam Paser Utara mengalami penurunan 0,59 persen poin dari 7,56 persen 2014 menjadi 6,97 persen pada 2023. Tantangannya jumlah penduduk di IKN mencapai 11.200 jiwa atau hanya sepertiga dari Jakarta Pusat.
Saat IKN sudah resmi beroperasi, bakal menjadi gula baru bagi urbanisasi. Peningkatan jumlah penduduk pendatang dengan harapan peningkatan kesejahteraan, tak mengesampingkan peningkatan angka kemiskinan karena berkembang juga sektor informal
Sementara, sangat lumrah jika ada desa menjadi kantong kemiskinan, karena jauh dari pusat kota dan memang jarang terjamah. Namun, ketika peningkatan kemiskinan justru terjadi di ibu kota negara, apalagi di sekitar Istana, justru bakal menjadi sulit teratasi karena beragam urusan administrasi.
Tantangan Tidak seperti kemiskinan pedesaan, kemiskinan perkotaan bersifat kompleks dan multidimensi. Kemiskinan perkotaan bukan hanya perkara moneter seperti pendapatan atau konsumsi
Publikasi Urban Poverty in Asia tahun 2014 yang dikeluarkan The Asian Development Bank (ADB) menunjukkan, ada banyak dimensi terkait dengan masyarakat miskin.
Seperti tidak memiliki akses terhadap tanah dan perumahan, infrastruktur dan layanan fisik, sumber ekonomi dan mata pencaharian, fasilitas kesehatan dan pendidikan, jaringan jaminan sosial, serta suara dan pemberdayaan.
Di Jakarta, setidaknya ada beberapa persoalan umum yang sering kali menjadi perhatian. Pertama, pertumbuhan penduduk yang tinggi.
Pertumbuhan penduduk yang pesat di ibu kota negara dapat membebani infrastruktur dan sumber daya, sehingga sulit untuk menyediakan layanan dasar dan peluang kerja yang cukup bagi semua orang. Kedua, pertumbuhan penduduk juga ditopang urbanisasi, akibat kurangnya peluang peningkatan kesejahteraan di desa
Kondisi ini dapat menyebabkan tekanan pada pasar tenaga kerja dan meningkatkan persaingan untuk mendapatkan pekerjaan dan perumahan yang terjangkau. Ketiga, banyak penduduk miskin dan pendatang dari desa yang memiliki keterampilan tidak sesuai.
Keterampilan yang dimiliki penduduk miskin mungkin tidak sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, sehingga membatasi peluang mereka untuk mendapatkan pekerjaan layak. Keempat, adanya penduduk urban dan tidak mengubah KTP desa asalnya, padahal bekerja di sektor informal dan berpotensi miskin. Dampaknya berbagai kebijakan pemerintah daerah sulit menyentuh mereka meskipun tinggal di sekitar Istana.
Situasi ini mengakibatkan ketimpangan pendapatan dan akses akibat distribusi pendapatan tidak merata. Sementara akses yang tidak setara terhadap peluang ekonomi, pendidikan, dan layanan kesehatan, berpotensi bakal memperparah kemiskinan.
Dampaknya, meski tinggal di sebelah Istana, tetap saja banyak orang miskin bekerja di sektor informal dengan perlindungan dan jaminan sosial yang kurang memadai.
Penanganan
Tak hanya di Indonesia, kemiskinan di perkotaan merupakan masalah sering muncul di kota-kota Asia.
Di sebagian besar negara berkembang, urbanisasi tanpa kapasitas SDM yang baik, justru meningkatkan daerah kumuh, memburuknya kondisi kehidupan, dan bentuk-bentuk eksklusif lainnya. Menurut UN-HABITAT, Asia memiliki 60 persen total populasi kumuh dunia.
Sama halnya kondisi kota-kota lain di dunia, kemiskinan di Ibu kota perlu solusi yang komprehensif dan terkoordinasi. Program-program seperti bantuan tunai bersyarat, pelatihan keterampilan, atau dukungan untuk wirausaha, selain harus menyesuaikan dengan KTP, perlu juga kebijakan yang menyesuaikan domisili.
Setidaknya ada tiga peluang intervensi yang dapat dipetakan. Pertama, dalam jangka pendek merancang data pensasaran yang bersifat spesifik di lingkungan Istana Negara
Masalah kepemilikan KTP daerah asal yang tidak bisa diintervensi oleh pemerintah daerah tujuan urban.
Sebagai gambaran, Jakarta sulit mengentaskan kemiskinan karena banyak pendatang yang tidak bisa diintervensi. Kedua, pada jangka panjang meningkatkan akses terhadap pendidikan dan pelatihan di desa-desa,
supaya urbanisasi tumbuh dengan berkualitas. Peningkatan keterampilan diperlukan untuk meningkatkan peluang kesejahteraan yang lebih baik.
Ketiga, menyediakan lingkungan ramah usaha kecil dan mikro, sesuai dengan kebutuhan permintaan pasar ibu kota. Usaha kecil dan mikro sering kali tergusur atas nama investasi infrastruktur dan sektor-sektor strategis perkotaan.
Kemiskinan sekitar Istana seharusnya yang pertama kali dientaskan. Karena, mengatasi kemiskinan di ibu kota negara yang hanya sejauh tangan direntangkan, justru perlu yang berkelanjutan dan terkoordinasi dari pusat-daerah, perkotaan-perdesaan
Jangan sampai kuman di seberang lautan diberantas, sementara gajah di pelupuk mata justru tidak diintervensi dengan tuntas. Sebelum akhirnya pertanyaan muncul, kepada siapa penduduk miskin sekitar Istana menggantungkan kesejahteraan?
Sumber:Kompas.com