Notification

×

Iklan

 


Iklan

 


Tag Terpopuler

Berkedok Hasil Rapat " Sejumlah Wali murid SMAN 1 Indramayu Keluhkan Pungutan Siluman

Sabtu, 12 Agustus 2023 | Agustus 12, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-08-12T05:57:46Z


BUTUH BANTUAN HUKUM?



 



Jurnalisme.online -Indramayu. 

Sejumlah wali murid, mempertanyakan atau mengeluh atas berbagai "pungutan" pada sistem atau kebijakan proses belajar mengajar di Sekolah Menengah Atas Negeri Satu (SMAN 1) Indramayu Jawa Barat. Yang di duga syarat dengan biaya "siluman", berkedok hasil rapat antara wali murid, sekolah dan komite.

Sejak lama pertanyaan dan atau keluhan para wali murid  yang putra putrinya sekolah di SMAN 1 tersebut, namun saat pertanyaan dan keluhan tersebut di sampaikan tidak mendapat respon atau di gubris.

Seperti keluhan dari seorang wali murid sekian bulan lalu yang di sampaikan
melalui media Demokratis pada Rabu (8/8/2023) bahwa di sekolah tersebut saat mengadakan acara wisata atau study tour ke Bali berbiaya Rp 2,5 juta persiswa, tapi ketika biaya tersebut mohon di ringankan untuk siswa yang berstatus anak yatim, namun faktanya tetap  di abaikan, sehingga nuansa kapitalisasi pendidikan dan dugaan konsep masif akan potensi  memiskinkan wali murid saat menyekolahkan anaknya akan terus berjalan.

Di keluhkan pula bahwa di tahun ajaran baru ini sekolah kembali memungut biaya pembelian buku paket senilai lebih dari  2 jutaan rupiah. Ajaibnya wujud buku tersebut belum ada untuk panduan belajar para siswa,  di arahkan untuk mengakses via aplikasi yang di buat pihak SMAN 1.itulah silumannya,sebab jika mampu melakukan E-Book via aplikasi mengapa siswa di kenakan biaya membeli buku pula. Jika begitu lengkaplah derita ekonomi wali siswa,karena sudah bayar buku, terbebani biaya kuota pula, luar biasa.

"karena saya janda hanya penjaja kue sarapan pagi, maka biaya buku semahal  itu baru mampu saya cicil senilai Rp 800 ribuan rupiah. Namun saya heran sudah mencicil, kok putri saya belum mendapat buku yang di butuhkannya. Ajaibnya lagi untuk panduan belajarnya sebelum mendapatkan buku, anak saya di anjurkan pihak sekolah agar untuk belajar Pekerjaan di Rumah (PR) mengakses via aplikasi sekolah", ujar seorang ibu mengeluhkan deritanya pada media ini.

Itulah dinamika biaya ekstra pada lembaga pendidikan di Negara yang berpancasila ini. Sehingga perintah konstitusi soal cerdaskan bangsa, sehatkan bangsa dan entaskan kemiskinan, prakteknya selama 77 tahun masih sebatas retorika atau bahkan di duga telah terjadi "penghianatan" pesan konstitusi. Yang mengerikan, sekolah tidak lagi mencerdaskan Homo sapien, namun mereka "mendidik" Homo sapien menjadi Homo homini lupus. Hal itu melalui konsep kapitalisme dengan wujud yang lembut, namun menjadikan si miskin sulit mengakses pendidikan yang bermutu atau sekolah "favorit".

Selain "bermain" biaya buku, study tour, ada juga dugaan bermain di moment Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) melalui kedok Kuota Zonasi, Prestasi, SKTM dan titipan para "preman" dan atau pada saat jatuh tempo waktu penutupan PPDB  masih menerima siswa dan biaya lain terkait pembangunan sarana dan prasarana sekolah, yang bukan lagi rahasia umum terjadi di sekolah negeri. Sehingga dana Biaya Operasional Sekolah (BOS) dari APBN yang konon sebesar 20 persen itu menguap tak jelas entah untuk apa.

Waktu problem ini di klarifikasikan ke pihak SMAN 1 Indramayu atau SAYU. Di terima oleh Agus, yang mengaku sebagai wakil kepala sekolah (Wakasek) bidang sarana prasarana. Jawabannya terkesan  berbelit sembari cengar cengir pada Jumat (10/8/2023), Agus mengatakan " mungkin ini keputusan guru, sebab saya belum tau soal ini, dan karena besok insyaallah saya akan berangkat umroh selama 10 hari, maka jawaban dari saya nanti akan saya kontak". jelas wakasek yang akrab di sapa Agus Domba itu. 

Sejak lama, mengetahui fenomena tersebut Drs., H. Eno Suwarno M.Ag., selaku begawan Pendidikan dan Ketua Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS) Kabupaten Indramayu gemar teriak terkait fakta dan sistem pendidikan yang di nilai tidak lagi Humanis, bahkan saling "Bunuh" antara sekolah negeri dengan swasta. "Inilah akibat para praktisi pendidikan yang lagi manggung saat ini tidak paham sejarah, bagaimana dahulu pada saat negara belum ada dan mampu, maka swastalah yg membangun dan memplopori pendidikan di negeri ini. Namun saat negara "di anggap" telah mampu, sekolah negeri merasa paling berjasa dan merajalela dengan berbagai ulahnya. Sehingga hidup sekolah swasta bagai Krakap tumbuh di batu, hidup segan matipun tak hendak. lalu jika ulah ini di biarkan seperti hukum pasar, masihkan pola hidup kita sebagai bangsa, masih selaras dengan Sumpah Pemuda, Pancasila dan pesan Konstitusi termasuk jargon tutwuri handayani dan itu jargon milik siapa?. demikian selalu ocehan kejengkelan dari sesepuh pendidikan Indramayu, saat ini dia berusia 80 tahunan.

Atim sawano

×
Berita Terbaru Update