Jurnalisme.Online
-Warga salah satu desa di Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, SA (26), ditangkap Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Sat Reskrim Polresta Banda Aceh lantaran melakukan tindak pidana eksploitasi secara ekonomi terhadap empat orang anak, Rabu (5/7/2023).
Kapolresta Banda Aceh, Kombes Pol Fahmi Irwan Ramli melalui Kasat Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadilah Aditya Pratama mengatakan, pelaku melakukan eksploitasi terhadap anak berinisial AS (10), MA (13), AS (10), dan AM (8).
Keempat korban merupakan warga satu kampung dengan pelaku. Untuk melancarkan aksinya, pelaku menyasar anak yang dibawah umur tersebut dengan melihat dari sisi faktor ekonomi keluarga korban yang kurang mampu.
memiliki penghasilan, pelaku kemudian berinisiatif memanfaatkan mereka untuk menjual makanan berupa buah potong. Setiapnya harinya, tersangka membeli jambu klutuk (jambu biji) di Pasar Lambaro, dan membawa ke rumahnya kakaknya untuk dikemas dan dijual oleh korban.
Ia kemudian menawarkan agar para anak tersebut ikut bekerja dengan menjual buah potong di tempat keramaian dan perempatan lampu merah di Banda Aceh. Masing-masing anak diberikan 30 hingga 50 cup buah potong jambu klutuk dengan harga Rp 10 ribu per cupnya. Para anak tersebut diberikan upah Rp 2.000 setiap cup yang berhasil dijual. Sehingga dengan mengimingi korban dengan uang, pelaku dengan mudah melancarkan aksinya.
“Jadi para korban ini mendapatkan uang hingga Rp 60 ribu sehari. Sehingga mereka tergiur untuk mengikuti ajakan pelaku,” kata Fadillah saat konferensi pers di Lapangan Indoor Polresta Banda Aceh. Sementara pelaku dari aksinya itu bisa menjual 120 cup buah potong per hari, dengan uang yang didapatkan
hampir mencapai Rp 1 juta per hari.
Kasat Reskrim mengatakan, setiap hari tersangka dengan mengendarai becak motor membawa para korban untuk mengambil buah tersebut yang sudah dikemas dan dijual di tempat keramaian, maupun perempatan lampu merah. "Setiap hari bekerja hingga pukul 23.00 WIB. Jadi tiap hari mereka dimanfaatkan untuk bekerja hingga tengah malam dan hak mereka untuk bermain dan mendapat pendidikan tidak ada lagi,” ungkapnya.
SA sendiri sudah melancarkan aksinya sejak awal Februari 2023 lalu. Ia diamankan oleh petugas setelah menerima laporan dari masyarakat terkait adanya dugaan eksploitasi secara ekonomi kepada anak tersebut. Hal ini masih dugaan, jika dilakukan pembiaran, bisa jadi anak-anak itu nantinya menjadi korban eksploitasi seksual hingga paling parah narkoba.
Akibat perbuatannya, pelaku kini ditangkap pihak kepolisian atas Dugaan tindak pidana Eksploitasi Anak Secara Ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 88 Jo Pasal 76I UU nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak.
Menghambat Tumbuh Kembang Anak
KASAT Reskrim Polresta Banda Aceh, Kompol Fadillah Aditya Pratama mengatakan, dari empat korban tersebut, rata-rata mereka sudah putus sekolah. Sehingga pelaku dengan mudah melancarkan aksinya.
Ia menegaskan, praktik eksploitasi anak ini sangat bahaya. Pemerintah konsen terhadap penindakan, pasalnya eksploitasi ini adalah bentuk menghambat tumbuh kembang. Pihaknya mengamankan tersangka tidak memandang dari sisi ekonomi, melainkan melihat masa depan anak yang sudah direnggut tersebut.
"Kita ingin membenahi dari awal. Agar pelaku ini mendapat efek jerah atas tindakannya. Ini bukan permulaan. Masih ada beberapa titik yang sedang kita targetkan dan akan kita kembangkan kasus ini,” jelasnya.
Kepala Dinas Sosial Banda Aceh, Arie Maula Kafka mengatakan, kebanyakan dari mereka adalah gelandangan dan pengemis. Anak-anak korban eksploitasi ini tidak berasal dari Kota Banda Aceh, melainkan daerah tetangga yakni Aceh Besar.
“Namun yang menjadi masalah, yang kita tangkap ini bukan warga kota Banda Aceh, sehingga penanganan tidak terlalu maksimal. Makanya kita juga melakukan koordinasi dengan Pemkab Aceh Besar, terkait penanganan mereka,” jelasnya.
Hal serupa juga dikatakan Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Banda Aceh, Cut Azharida SH. Pihaknya sudah beberapa kali bersama unit PPA provinsi terjun ke lapangan melihat titik-titik yang kerap dijadikan tempat eksploitasi anak.
"Mereka berdomisili umumnya di Samping Krueng Aceh. Kita punya rencana rapat forkopimda lantaran berkaitan dengan antar kabupaten untuk membahas tersebut,”
Sumber:Tribunnews.Com