Notification

×

Iklan

 


Iklan

 


Tag Terpopuler

Kapolda Papua Mengatakan, Akan Memenuhi Permintaan Uang Dari KKB Pimpinan Egianus Kogoya

Sabtu, 01 Juli 2023 | Juli 01, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-01T04:29:34Z


BUTUH BANTUAN HUKUM?


 Jurnalisme.Online

- Pimpinan KKB Egianus Kogoya memberikan batasan waktu negosiasi terhadap pembebasan pilot Susi Air Kapten Philip Mark Merthens hingga 1 Juli 2023 hari ini.

Kapolda Papua mengatakan, akan memenuhi permintaan uang dari KKB Pimpinan Egianus Kogoya.

"Permintaan akan dipenuhi asal bukan minta merdeka dan senjata," kata Kapolda Papua, Irjen Pol Mathius Fakhiri.

Ia menyebut upaya negosiasi masih berlangsung, antara lain dengan melibatkan keluarga pimpinan KKB, Egianus Kogoya.

Diberitakan sebelumnya, Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) mengeluarkan ancaman pada Selasa (27/6/2023).

 Pimpinan KKB Egianus Kogoya mengancam akan menembak mati Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Marthens jika batas waktu negosiasi ini tak dipenuhi. 

Hal itu menurut keterangan tertulis Egianus Kogoya yang diterima, Selasa (27/6/2023).

Egianus katakan, sebelumnya pihaknya sudah memberikan waktu dua bulan untuk segera lakukan negosiasi.

"Mengapa Indonesia tidak mampu lakukan external negotation dengan Tentara Pembebasan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB)," katanya.

Menurut Egianus Kogoya, pihaknya sudah sampaikan bahwa, jika KKB menembak mati Kapten Philips Mark Marthens, maka yang bertanggungjawab adalah Indonesia.

"Kenapa kami katakan begitu, karena terbukti hingga saat ini belum ada negosiasi," ujarnya.

Egianus katakan, Philip karyawan Susi Air, dan perusahaan Susi Air tersebut adalah perusahaan milik Indonesia.

"Oleh sebab Itu pemerintah Indonesia harus tanggung jawab, karena sudah janji akan mampu menjamin nyawanya," ucapnya.

Diketahui, hampir enam bulan pilot Susi Air, Philip Mark Mehrtens, disandera pihak kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya.

Philip ditahan usai Egianus Kogoya dan kelompoknya melakukan aksi pembakaran pesawat Susi Air di Lapangan Terbang Distrik Paro, Nduga, pada 7 Februari 2023 lalu.

Sejak saat itu, upaya pembebasan sang pilot Susi Air belum juga membuahkan hasil.

Dan sekarang, Egianus Kogoya telah memberikan ultimatum kepada Pemerintah Indonesia bahwa mereka akan mengeksekusi Philip jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.

Berdalih tak kunjung ada negosiasi dengan pemerintah RI, KKB pimpinan Egianus Kogoya kembali mengancam akan menembak mati Pilot Susi Air Kapten Philips Mark Methrtens.

Hal itu dikarenakan Egianus yang sudah memberikan waktu dua bulan proses negosiasi kepada pemerintah Indonesia hingga kini belum menemukan titik terang.

Maka dari itu, Egianus menetapkan batas waktu negosiasi yakni pada 30 Juni dan bakal melakukan eksekusi kepada pilot Susi Air pada 1 Juli.

Tanggapan Polri dan TNI

Terkait ancaman ini, Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri mengatakan, pihaknya tetap membangun komunikasi dengan keluarga Egianus Kogoya.

Tujuannya, agar pihak keluarga menyampakan kepada Egianus Kogoya untuk dapat menahan emosi dan bisa berkomunikasi dengan aparat keamanan.

Selain itu, Irjen Mathius Fakhiri juga meminta penjabat Bupati Nduga untuk membantu membebaskan sandera dari tawanan KKB pimpinan Egianus Kogoya.

"Penjabat Bupati Nduga yang baru dilantik diharapkan dapat membangun komunikasi secara aktif agar kelompok Egianus tidak lagi menuntut hal-hal yang diberikan negara," ujarnya.

"Mudah-mudahan dengan berbagai langkah yang dilakukan Egianus berubah sikap sehingga mau menyerahkan sandera ke petugas, " ucapnya.

Irjen Pol Fakhiri menambahkan, pihaknya juga terus melakukan komunikasi dengan berbagai pihak agar ada jalan keluar untuk bisa duduk bersama menyelesaikan tuntutan dan harapannya.

Yang terpenting tidak keluar dari konteks sebuah negara dan tidak mau dia memaksakan kehendaknya agar apa yang diinginkannya diikuti,” kata dia.

"Kita mau dia (Egianus) menyerahkan sandera Philips yang sudah ditawan sejak tanggal 7 Pebruari lalu di Paro, sehingga TNI-Polri akan berusaha semaksimal mungkin dalam menangani masalah ini.

"Fakhiri juga mengungkapkan, terkait tuntutan Egianus Kogoya, Pemerintah tidak mungkin mengabulkan permintaan kemerdekaan dan senjata.

Namun mengenai tebusan uang, akan dipenuhi asal pilot Susi Air dibebaskan.

"Tidak mungkin kami mengabulkan kedua permintaan itu namun untuk uang yang juga diminta akan disiapkan dan diserahkan kepada Egianus Kogoya asal sandera yang berkebangsaan Selandia Baru itu dibebaskan dan diserahkan ke aparat keamanan,"

Sementara menurut Panglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) Laksamana TNI Yudo Margono, negosiasi adalah langkah yang terus dilakukan untuk upaya pembebasan pilot Susi Air.

Yudo mengatakan,  pemerintah tidak menginginkan proses penyelesaian ini menggunakan jalur kekerasan.

"Ya tenggat waktunya enggak bisa tentukan, yang jelas saya sampaikan kepada Pak Pangkogabwilhan III maupun Pak Pangdam untuk terus melaksanakan negosiasi, mendahulukan para tokoh agama, tokoh masyarakat yang saat ini dijalankan oleh Pak Pj Bupati Nduga, ya kita tunggu saja,” kata Yudo di Mabes Polri, Jakarta, dikutip dari Kompas.com, Jumat (30/6/2023).

"Ya kita tidak mau berhadap dengan tadi, kekerasan senjata karena nanti dampaknya pasti pada masyarakat. Sehingga kita tempuh jalan tokoh agama dan tokoh masyarakat yang untuk melaksanakan negosiasi,” terangnya.

KKB Minta Tebusan Rp 5 Miliar

Sebelumnya, pihak Polda Papua menyatakan Kelompok Kriminal Bersenjata pimpinan Egianus Kogoya meminta uang tebusan Rp 5 miliar untuk membebaskan pilot Susi Air Kapten Philips Max Mehrtens. Permintaan itu disampaikan KKB di awal-awal masa penyanderaan.

"Saat di awal penyanderaan minta tebusan Rp 5 M," kata Kepala Bidang Humas Polda Papua, Komisaris Besar Ignatius Benny, Jumat (30/6/2023).

Kombes Benny mengatakan kepolisian sebenarnya sempat ingin memenuhi permintaan tersebut.

Uang tebusan rencananya akan disiapkan menggunakan anggaran Pemerintah Daerah Papua.

Akan tetapi, beberapa waktu kemudian KKB menutup pintu komunikasi dengan aparat Indonesia.

"Tidak pernah ada komunikasi hingga sekarang dari pihak KKB pimpinan Egianus Kogoya," kata dia.

Benny mengatakan berbagai upaya negosiasi telah dilakukan aparat keamanan untuk membebaskan Philips.

Salah satunya berkomunikasi dengan keluarga Egianus.

"Komunikasi melalui keluarga Egianus Kogoya. Karena komunikasi dengan tokoh agama, tokoh masyarakat belum memberi hasil. Namun masih terus diupayakan," tutur Benny.

Kapolda Papua Irjen Pol Mathius Fakhiri menyatakan pihaknya siap memenuhi permintaan soal pembebasan pilot Susi Air, kecuali tuntutan untuk merdeka dan senjata.

"Tidak mungkin kami mengabulkan kedua permintaan itu, namun untuk uang yang juga diminta akan disiapkan dan diserahkan kepada Egianus Kogoya asal sandera yang berkebangsaan Selandia Baru itu dibebaskan dan diserahkan ke aparat keamanan," kata Mathius di Jayapura, Kamis, 29 Juni 2023.

Meski Batas Waktu Ancaman Berakhir, Ruang untuk Negosiasi Diyakini Masih Terbuka

Menurut peneliti Papua dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Cahyo Pamungkas, tuntutan Egianus yang meminta referendum di Papua sebagai syarat pembebasan pilot Susi Air sudah jelas tidak bisa terpenuhi.

Cahyo pun berpandangan, hal itu justru merupakan pintu masuk bagi pemerintah Indonesia untuk melakukan negosiasi.

”Kalau sepakat bernegosiasi, seharusnya masing-masing pihak menyiapkan atau menunjuk tim negosiator khusus untuk membicarakan pembebasan sandera," kata Cahyo dikutip dari Kompas.id, Jumat (30/6/2023).

"Selama ini konflik tidak pernah selesai dengan kekerasan, maka sekarang saatnya diselesaikan dengan dialog,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, juga mempunyai keyakinan serupa bahwa masih ada ruang negosiasi dengan pihak KKB.

Menurutnya, penyelesaian dengan membuka ruang dialog lebih efektif dibandingkan dengan pendekatan keamanan yang selama ini dipilih.

"Kita tahu dalam pengalaman banyak pihak di berbagai negara, negosiasi dalam membebaskan penyanderaan bukan barang haram, sebaliknya dilakukan banyak pihak," tutur Al Araf. 

"Tapi, sayangnya, di kita dalam konteks Papua itu seolah menjadi tabu, kontroversi dan sebaliknya cenderung memilih pendekatan koersif sehingga akibatnya menjadi rumit,” jelasnya.

"Terkait negosiasi, tentu mereka pada awalnya menuntut referendum. Namun, di tangan negosiator yang tepat, hal itu bisa dikikis atau diberi alternatif lain," ucap Al Araf.

"Masalahnya di kita ada di kemauan atau tidak,” tambahnya. 

Sumber:Tribun.Com

×
Berita Terbaru Update