Notification

×

Iklan

 


Iklan

 


Tag Terpopuler

Tradisi Kurban Idul Adha Tidak Hanya Dalam Agama Islam, Tetapi Juga Ditemukan Dalam Agama Agama Lain

Rabu, 28 Juni 2023 | Juni 28, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-06-28T02:16:00Z


BUTUH BANTUAN HUKUM?


 Jurnalisme.Online

Faisal ST, Kepala SMK Negeri 1 Julok dan Ketua IGI Aceh Timur

SETIAP tahun, umat muslim pada bulan Dzulhijjah memasuki Idul Adha atau yang dikenal sebagai Hari Raya Kurban. Perayaan ini didasarkan pada kisah Nabi Ibrahim yang disebut dalam surat Ash-Shaffat dalam Al-Quran. Praktik kurban juga telah dilakukan oleh putra-putra Nabi Adam, yaitu Qabil dan Habil.

Allah SWT menerima kurban bukan karena daging atau darahnya, tetapi karena ketulusan dan ketakwaan orang yang ber kurban. Dalam surat Al-Hajj ayat 37 berbunyi: “Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya".

Idul Adha tidak hanya rangkaian ritual keagamaan yang saling terkait, seperti haji, shalat Id, dan kurban. Lebih dari itu, perayaan ini memiliki makna yang sangat mendalam dalam kehidupan manusia. Idul Adha, kurban, dan ibadah haji adalah bagian dari ketaatan umat sebagai wujud pengabdian kepada Tuhan. Ketiga elemen ini saling terhubung dalam rangkaian ibadah haji di Kota Suci Mekah, terutama pada momen-momen puncaknya.

Penyerahan diri

Tradisi kurban tidak hanya ada dalam agama Islam, tetapi juga ditemukan dalam agama-agama lain. Namun, tradisi kurban dalam Islam memiliki perbedaan khas. Dalam Islam, kurban bukan hanya tentang menyembelih hewan dan mempersembahkan darahnya di tempat ibadah serta membagikan dagingnya. Lebih penting lagi, kurban melibatkan keikhlasan yang ditujukan kepada Tuhan, sementara dagingnya disalurkan kepada fakir miskin.

Dalam tradisi kurban terdapat unsur ketuhanan dan kemanusiaan. Unsur ketuhanan tercermin dalam ketakwaan kepada Tuhan, sementara unsur kemanusiaan tercermin dalam berbagi daging kepada fakir miskin. Hubungan yang erat antara kedua unsur tersebut memberikan manfaat psikologis bagi kaum fakir miskin, sekaligus berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial.

Saat umat Islam di Indonesia merayakan shalat Idul Adha dan melaksanakan kurban, muslim di seluruh dunia sedang menjalankan ibadah haji di Mekkah. Shalat Idul Adha, kurban, dan haji adalah bentuk ibadah yang mengungkapkan ketaatan dan penyerahan diri kepada Allah. Meskipun ada perbedaan dalam rukun-rukun ibadah ini, pada dasarnya mereka memiliki tujuan yang sama, yaitu mendekatkan diri kepada Allah dengan taat kepada-Nya dan menjauhi hal-hal yang dilarang-Nya. Status sebagai hamba yang melekat pada setiap muslim dalam mendekatkan diri kepada Allah memiliki substansi dan konsekuensi.

Hal ini melibatkan penyerahan diri yang tulus dan ikhlas hanya kepada Allah semata. Ketaatan dan keteguhan secara vertikal senantiasa membentuk setiap orang yang beriman. Kemudian memperkuat kesadaran akan keesaan Allah dalam kerangka ketaatan kepada-Nya, sambil menjaga perilaku dan tindakan agar tetap berada dalam koridor Islam, terhindar dari kesesatan dan kesyirikan. Saat melaksanakan ibadah, seorang muslim dituntut untuk membentuk jiwa yang penuh ketakwaan kepada Allah dan menahan nafsu negatif.

Menjaga kesucian jiwa adalah perjalanan spiritual yang menantang dan sering kali menghadirkan kesalahan dalam tindakan. Keimanan dalam hati dan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari sering kali terpengaruh oleh dosa dan perbuatan jahat. Sebagai contoh, meskipun seseorang sedang beribadah, terkadang masih ada sifat-sifat negatif seperti kemarahan, dendam, kebohongan, kesombongan, keegoisan, dan kerakusan yang dapat merusak praktik keimanan kita.

Oleh karena itu, melaksanakan ibadah haji dan ber kurban adalah wujud nyata dari jiwa yang ikhlas dalam menyebarkan nilai-nilai kebajikan utama dalam kehidupan seorang muslim. Jiwa ikhlas yang tunduk sepenuhnya kepada Allah akan menciptakan pribadi tidak egois dalam tindakan dan membebaskan diri dari keinginan-keinginan sesaat. Kebahagiaan dalam berbagi tidak hanya tergantung pada jumlah materi yang diberikan, tetapi juga pada keikhlasan hati si pemberi.Orang yang memiliki harta berbagi dengan orang kurang mampu, dan mereka memiliki pengetahuan berbagi ilmu kepada yang belum mengetahui. Lebih dari itu, memahami esensi Idul Adha juga berarti saling menghormati dan menghargai antara laki-laki dan perempuan. Mereka yang berada dalam posisi berkuasa dan kekayaan bersedia berkorban untuk kepentingan sesama, terutama bagi mereka yang membutuhkan bantuan.

Semua ini dilandasi oleh semangat pengorbanan yang berasal dari ajaran Ilahi, mendorong kita untuk berbagi dan peduli terhadap sesama. Jika kita mempelajari asal-usul tradisi kurban, kita akan menemukan banyak nilai-nilai positif terkandung di dalamnya. Selain aspek berbagi dengan sesama dan mengurangi kesenjangan sosial, kurban juga memberikan panduan yang baik dalam hal pendidikan. Salah satu makna pendidikan yang diajarkan melalui ritual kurban adalah keberanian manusia untuk mengorbankan harta mereka demi jalan Allah Swt.

Qurban merupakan bentuk pertolongan dan bantuan kepada fakir miskin. Dalam hal ini, kurban menyampaikan pesan yang sangat penting untuk selalu termotivasi membantu meringankan penderitaan orang lain. Dengan kata lain, ber kurban mengajarkan nilai-nilai karakter yang melibatkan keinginan untuk berbagi dengan sesama. Makna dari ketundukan Nabi Ibrahim kepada Allah Swt, yang ditunjukkan melalui ketaatan untuk menyembelih anaknya yakni Ismail. Memberikan inspirasi bagi kita untuk selalu patuh dan sabar dalam menjalankan perintah serta aturan yang telah ditetapkan oleh Sang Pencipta.

Kita harus memiliki keikhlasan dalam menerima setiap ketentuan yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Kuasa. Meskipun terkadang situasinya terlihat buruk menurut perspektif manusia, setiap ujian dan cobaan yang diberikan oleh Tuhan adalah baik menurut pandangan-Nya. Selain itu, saat kita mengucapkan takbir pada proses penyembelihan hewan kurban, itu mengandung makna bahwa hanya Allah SWT memiliki kekuasaan yang agung dan mutlak.

Oleh karena itu, tidaklah pantas bagi para pejabat negara, elite penguasa, elite politik, dan individu-individu elit lainnya untuk bertindak sewenang-wenang terhadap sesama manusia dan memperlihatkan sikap sombong di dunia ini. Terakhir, simbolisme kurban melalui penyembelihan hewan ternak mengandung makna untuk menghilangkan sifat-sifat kebinatangan dalam diri manusia, seperti egoisme, serakah, rakus, penindasan, ketidakpatuhan terhadap aturan, norma, atau etika, serta keinginan untuk menyakiti sesama demi keuntungan pribadi.

Kurban menolak segala usaha untuk memperkaya diri sendiri, memonopoli sektor ekonomi, melakukan korupsi, menindas yang lemah, tidak patuh terhadap aturan, perilaku tidak bermoral, sikap arogan, dan sikap acuh terhadap kenyataan sosial yang menyedihkan. Melalui momen peristiwa yang sarat dengan simbolisme dan memiliki nilai sejarah ini mengundang kita untuk melakukan refleksi yang lebih mendalam.

Rangkaian ibadah haji dan kurban tidak hanya merupakan peringatan terhadap peristiwa masa lalu, tetapi juga memberikan makna yang luas dalam kehidupan manusia. Kurban mengajarkan kita tentang arti pengorbanan dalam segi spiritual, materi, dan fisik. Semoga pelaksanaan ibadah kurban yang kita jalani menjadi bentuk ibadah yang sepenuhnya murni dan sesuai dengan tuntunan ritual serta memiliki dampak positif dalam pendidikan sosial.

Sumber:Tribun.Com

×
Berita Terbaru Update