ACEH TAMIANG - jurnalisme online-- Sengketa lahan berkepanjangan PT. Raya Padang Langkat (Rapala) dengan masyarakat Kampung Perkebunan Sungai Iyu Kecamatan Bendahara Kabupaten Aceh Tamiang sudah berjalan puluhan tahun dan ada masyarakat setempat yang menjadi korban sebagai pesakitan.
Upaya penyelesaian untuk mengurangi dan menghilangkan gesekan dari pertikaian sengketa tanah kedua belah pihak terus dilakukan mediasi dan pendampingan berbagai pihak. Mengingat nilai-nilai rasa kemanusiaan lebih berperan pada konflik tersebut untuk segera dihentikan agar tidak ada para pihak yang dirugikan.
Sebagai bentuk nyata dari hal diatas Pj. Bupati Aceh Tamiang, Meurah Budiman, menghadirkan Wali Nanggroe dan melibatkan semua unsur di Komis I Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Tamiang dan para Wakil Ketua DPRK setempat untuk bermusyawarah penanganan percepatan penyelesaiannya sengketa di Ruangan Rapat Badan Anggaran DPRK setempat, Rabu (21/6/2023).
Dengan melibatkan semua unsur, setelah mendengarkan saran, masukan dan pendapat dari masing-masing pihak yang bertikai, rapat menyimpulkan konflik sengketa segera di akhiri dan diselesaikan dengan baik dan benar.
Pj. Bupati Meurah Budiman mengatakan dalam rapat tersebut bahwa konflik lahan antara masyarakat dengan PT. Rapala harus segera di akhiri, agar ke depan tidak ada lagi konflik dan perebutan penguasaan lahan di Aceh Tamiang.
“Artinya, kita tidak bicara kembali lagi ke belakang, tetapi apa yang sudah menjadi kesepakatan kedua belah pihak pada rapat yang ditengahi oleh Komisi I DPRK Aceh Tamiang dapat dijadikan sebagai acuan untuk menghentikan pertikaian,” jelas Meurah sembari menambahkan jika masih bercerita ke belakang terkait konflik maka kasus tidak akan pernah mencapai kata sepakat.
Meurah Budiman yang dikenal sebagai sosok pemimpin yang peduli dengan Aceh Tamiang ini mengajak para pihak untuk bersinergi mengakhiri kasus sengketa.
“Harus dapat diselesaikan dengan aturan. Para pihak yang bertikai harus mau memahami dan ikut atas apa yang sudah menjadi kesepakatan bersama Komisi I dan ini segera ditindak lanjuti secara aturannya," harapnya.
Meurah Budiman juga minta kepada Wali Nanggroe agar mendorong proses percepatan penghentian pertikaian konflik lahan di kedua belah pihak. Agar masyarakat bebas beraktivitas untuk memenuhi nilai-nilai ekonomi keluarga.
PYM Wali Nanggroe : Hilangkan Masalah yang Besar
Paduka Yang Mulia (PYM) Wali Nanggroe , Malik Mahmud Alhaitar menyampaikan para pihak yang bersengketa untuk duduk kembali untuk menyelesaikan yang terkait dengan masalah-masalah.
“Masalah ini kecil, yang besar saja sudah kita selesaikan. Agar Aceh aman, nyaman dalam stabilitas politik, ekonomi dan kemerdekaan masyarakat untuk mencari kehidupan lebih baik,” Kata Malik.
PYM Wali Nanggroe memberi penjelasan ekonomi Aceh harus bangkit, jangan masalah kecil dibesar-besarkan, seharusnya masalah kecil dan besar harus dihilangkan, agar tatanan kehidupan bermasyarakat bisa hidup harmonis dan nyaman.
“Saya minta, sengketa PT Rapala dengan masyarakat harus diselesaikan secepatnya agar masyarakat juga bisa hidup tenang. Sepakati apa yang telah menjadi kesepakatan bersama sebagai bentuk penyelesaiannya,” pinta PYM Wali Nanggroe
PYM Wali Nanggroe mengatakan kita harus mampu hilangkan sebutan Aceh provinsi miskin. Malah sebaliknya Aceh sangat kaya dengan potensi Sumber Daya Alam (SDA) yang berlimpah. Tetapi jika terus diributkan dengan hal-hal yang kecil, berpengaruh pada tingkat pendapatan masyarakatnya.
“Konflik Aceh sudah berlalu, mari isi dengan nilai-nilai berskala ekonomi. Agar Aceh maju dan berkembang dan tidak dikatakan provinsi yang miskin. Kasus ini kecil, ayo berdampingan membangun Aceh,” jelasnya.
Desak Komisi I Buat Pansus
Direktur Eksekutif LembAHtari, Sayed Zainal, M. SH pada kesempatan tersebut minta dan mendesak Komiasi I untuk segera membuat Panitia Khusus (Pansus) turun ke lapangan untuk mengakhiri konflik sengketa lahan antara PT. Rapala dengan masyarakat Kampung Perkebunan Sungai Iyu.
Sayed sampaikan yang ada dalam ketetapan keputusan Komisi I tanggal 22 Mei lalu di Ruang Komisi I dapat dijadikan pegangan untuk bertindak dan melakukan penyelesaian konflik lahan yang berkepanjangan PT. Rapala dengan masyarakat.
“Kami sebagai pendamping masyarakat, mendesak Komisi I untuk melakukan Pansus lapangan. Pun begitu, para pihak yang terlibat harus diikut sertakan. Tujuannya, agar; apa pun keputusan yang diambil oleh Pansus bisa dipertanggung jawab secara bersama-sama, agar tidak saling menyalahkan,” tegas Sayed.
Dia menambahkan; agar apa yang sudah dilepaskan oleh pihak manajemen PT. Rapala seperti tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur nomor 140/911/2013 tentang penetapan nama dan kode wilayah administrasi kemukiman, kampung dan kecamatan. Dan jika SK tersebut sudah keluar, pihak PT. Rapala harus mengeluarkan tanah seluas 10,7 tersebut dari Hak Guna Usaha (HGU) Perusahaan.
“Seharusnya itu kan wajib di keluarkan dari HGU, padahal SK Gubernur tersebut pada tahun 2013 sudah diterbitkan. Dan tidak lagi menjadi masalah. Tetapi kenapa itu masih menjadi masalah, sebab masih ‘include’ dalam HGU PT. Rapala. Belum dikeluarkan,” tegasnya lagi.
Kata Sayed, hal-hal inilah yang menjadi sandungan dalam penyelesaiannya sengketa lahan PT. Rapala dengan masyarakat. “Seharusnya hal semacam itu tidak ada lagi,” jelas Sayed.
Tindak Lanjuti Permasalahan
Ketua Komisi I DPRK Aceh Tamiang, Miswanto, SH. Menyampaikan bahwa; rapat tersebut menyimpulkan hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada tanggal 25 Mei 2023 di ruang sidang Komisi.
Untuk menyelesaikan konflik sengketa lahan yang terjadi antara PT. Rapala dengan masyarakat Kampung Perkebunan Sunngai Iyu telah berlangsung cukup lama belum juga selesai.
“Kita akan selesaikan permasalahan ini, apalagi konflik sudah berlangsung cukup lama. Insha Allah atas dukungan dari berbagai pihak kita selesaikan secepatnya,” kata Miswanto dalam rapat bersama Pj. Bupati dan Wali Nanggroe.
Miswanto menyebut, beberapa point penting dari hasil Rapat Komisi, mengeluarkan kesepakatan dengan nomor 1/KOM.I/V/2023. Isinya yakni;
1. PT. Raya Padang Langkat dalam hal ini diwakilkan oleh Zulkifli, MP selaku Direktur Operasional ( disebut Pihak Pertama) dan Ramlan ( Datok Penghulu Kampung Sei Iyu (disebut Pihak Kedua) membuat kesepatan Bersama, Bahwa; Pihak Pertama dan Pihak Kedua sepakat untuk menyelesaikan dan talah mencapai Persetujuan bersama sehubungan dengan sengketa lahan masyarakat Kampung Perkebunan Sei Iyu Kecamatan Bendahara Kedua Belah Pihak secara musyawarah kekeluargaan.
2. Bahwa Pihak Pertama akan menerima kembali Eks. PT. Parasawita anak kandung atau yang masih sedarah yang hingga saat ini masih menempati rumah dinas dan atau perumahan Karyawan. Pihak Pertama untuk bekerja di Perusahaan sebagai salah satu syarat untuk dapat menempati rumah dinas dan atau perumahan karyawan PT. Raya Padang Langkat (PT. Rapala), namun apabila Pihak Kedua tidak bersedia bekerja maka, Pihak Kedua wajib menyerahkan rumah dinas tersebut kepada Pihak Pertama serta mengosongkan rumah tersebut secara sukarela, pihak Pertama akan memberikan kompensasi kepada pihak Kedua: uang kerohiman memberikan tali Rp20 juta rupiah.
3. Bahwa apabila Pihak Kedua tidak bersedia untuk mengosongkan rumah dan menyerahkan rumah dinas tersebut kepada Pihak Pertama, maka pihak pertama berhak untuk mengosongkan dan/atau mengambil alih perumahan tersebut yang merupakan aset dari Pihak Pertama melalui proses prosedur yang berlaku.
4. Bahwa selanjutnya Pihak Pertama akan mencabut Pengaduan Pidana yang telah diajukan di Polres Aceh Tamiang yakni Laporan Polisi No: LP. B 136/V/ 2018 / SPKT tanggal 23 Mei 2018, setelah kesepakatan ini ditandatangani dan dijalankan dan menyerahkan tembusan surat pencabutan tersebut kepada Pihak Kedua;
5. Bahwa terkait dengan permasalahan tanah yang dimohonkan pelepasannya oleh Pihak Kedua seluas 10,7 Ha, para Pihak sepakat bahwa hal tersebut dievaluasi oleh Lembaga / Instansi yang berwenang di bidang Pertanahan pada saat dilakukan proses pembaharuan Hak Guna Usaha sesuai dengan proses dan prosedur hukum yang berlaku;
6. Bahwa Pihak Pertama akan membantu memfasilitasi Pembangunan kantor Datok Penghulu Kampung Perkebunan Sungai Iyu melalui dana CSR yang akan dibangun Tahun 2023, Pihak Pertama dan seluruh wilayah HGU No. 168 dan 169 Pihak Pertama masuk dalam wilayah administrasi Kampung Perkebunan Sei Iyu.
“Itu beberapa poin penting yang sudah kita sepakati dan harus kita jalankan sesuai aturan yang berlaku. Selanjutnya tidak ada lagi pihak-pihak yang dirugikan,” pungkasnya.**(yd)